Pengembangan kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) dilakukan besar-besaran. Berbagai tokoh teknologi dunia seperti Elon Musk pun menyambut hal ini dengan sangat antusias.
Di tengah kehebohan soal AI, muncul kekhawatiran bahwa AI akan menggantikan peranan manusia di berbagai aspek. Namun, sejumlah ilmuwan meyakini bahwa AI bukan lawan sepadan manusia.
Melansir The Sun, beberapa ilmuwan mengatakan manusia dapat lebih cepat memproses informasi baru ketimbang AI. Ini dikaitkan dengan 'area abu-abu' atau dikenal dengan grey matter yang dimiliki manusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka telah membandingkan proses pembelajaran manusia dengan model AI dan menemukan bahwa kita menggabungkan pengetahuan, keterampilan, atau ingatan baru sebelum menyempurnakan koneksi saraf untuk mengurangi kesalahan saat kita melakukan recall. Sementara itu, AI belajar melalui proses eliminasi, memblokir kesalahan hingga mendapatkan jawabannya, yang disebut 'backpropagation'. Itu artinya AI perlu memproses data ratusan atau ribuan kali untuk menerimanya.
Akan tetapi, manusia yang cerdik contohnya Albert Einstein, bisa menghubungkan ide secara instan.
"Belajar di dalam otak lebih unggul dalam banyak aspek penting. Misalnya, dibandingkan dengan otak, backpropagation memerlukan lebih banyak paparan untuk belajar dan mengalami gangguan besar pada informasi baru dan lama," kata penulis studi dari Oxford Univeristy, Dr Yuhang Song.
"Ketika dilatih untuk tugas-tugas baru, sebagian besar kinerja pada tugas-tugas sebelumnya akan hancur. Sistem biologis kita sering kali perlu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan dan memiliki keunggulan dalam hal ini," lanjutnya.
Sebelumnya, sudah ada ribuan pakar yang menaruh rasa khawatir soal perkembangan pesat kecerdasan buatan. Bahkan, di Maret 2023, ada petisi yang dibuat oleh Future of Life Institute untuk penangguhan pengembangan AI selama enam bulan. Semua dengan pertimbangan mitigasi AI harus lebih dulu dipastikan tidak merugikan manusia.
"Sistem kecerdasan buatan yang kuat hanya bisa dikembangkan setelah kita yakin bahwa dampak-dampaknya akan positif dan risiko-risikonya akan terkendali," bunyi salah satu bagian petisi yang diunggah dua minggu setelah OpenAI merilis GPT-4.
(ask/rns)