Meskipun begitu, tidak sedikit para pelaku UMKM seperti pedagang kaki lima dan pedagang di pasar tradisional masih mengalami kesulitan untuk masuk ke ranah digital. Atas dasar itu lah, Henri Suhardja mendirikan platform marketplace Titipku.
Upaya Henri untuk membangun ekosistem digital sudah dilakukan sejak 2017 lalu di Yogyakarta. Saat membangun Titipku, ia mencoba menerapkan konsep marketplace 3.0 yang memberikan wadah bagi para penjual dan pembeli untuk bertemu secara digital. Awal menjalankan usaha tersebut, ia tidak langsung membuat aplikasi namun memanfaatkan layanan telepon dan WhatsApp sebagai penghubung antara penjual dan pembeli.
Di tahun-tahun awal pendirian, ia mengaku mengalami sejumlah kesulitan, salah satunya membangun kepercayaan para pengguna dan penjual di pasar tradisional. Karena layanan tersebut terdengar asing, banyak di antara mereka takut tertipu.
Meskipun begitu, ia tidak pasrah terhadap keadaan. Ia bersama tim terus berupaya untuk membangun kepercayaan para pengguna dan penjual. Ada banyak cara yang dilakukan untuk membangun kepercayaan mulai dari menyelesaikan titipan secara sempurna hingga memberikan promo menarik.
Lambat laun, kepercayaan para pengguna pun mulai terbentuk. Kepercayaan para pelanggan tumbuh tidak terlepas dari sejumlah manfaat yang dihadirkan oleh Titipku. Hal itu menjadi angin segar bagi Henri untuk terus bersemangat mengembangkan Titipku.
Titipku pun mulai memanfaatkan pihak ketiga yang mereka sebut sebagai Jatiper. Mereka adalah pelaku jasa titip belanja, seperti membelikan sembako dari para UMKM, bisa pedagang pasar atau usaha kecil lainnya.
Ketika kepercayaan sudah mulai terbangun dan pasar sudah terbentuk, barulah ia mulai memberanikan diri untuk membuat aplikasi Titipku.
Ia menilai respon masyarakat terhadap aplikasi tersebut tergolong cukup baik. Apalagi ketika pandemi COVID-19 melanda, jumlah pengguna Titipku naik pesat. Tingginya jumlah pengguna Titipku pun membawa Henri memberanikan diri untuk melakukan ekspansi ke Jakarta.
Berdasarkan angka, ia menyebutkan, pada 2020 transaksi penjualan Titipku meroket hingga 700% kalau dibandingkan dengan tahun 2019. Hal ini tentu membuat dirinya semakin bersemangat untuk terus mengembangkan Titipku.
Tingginya jumlah transaksi tersebut ternyata menghadirkan berkah tersendiri bagi Titipku. Sejumlah perusahaan besar seperti Agung Sedayu dan Sumarecon mulai melirik Titipku.
Menurutnya, kedua perusahaan tersebut kemudian menggandeng Titipku untuk berkolaborasi memaksimalkan layanan pasar modern.
Kerja keras dari Henri tidak hanya membawanya sukses dilirik oleh perusahaan besar saja. Namun, ia bersama tim mendapatkan pengakuan melalui sejumlah penghargaan bergengsi salah satunya dari Australia Awards in Indonesia Short Term Startup Ecosystem 2019.
Selain itu, Titipku juga masuk dalam program akselerasi Y Combinator, akselerator startup yang sudah melahirkan banyak perusahaan ternama seperti Airbnb, Dropbox, Instacart, dan Twitch.
Saat ini, Titipku telah tersedia pada 100 pasar di wilayah Jabodetabek, Yogyakarta, Solo, Jawa Timur, dan Bali. Di mana total ada 116.000 mintra pedagang dan 115.000 pengguna. (fhs/ega)