Dikutip detikINET dari CNN, ia menjelaskan, pesan politis mencapai maksudnya jika orang memutuskan untuk follow atau retweet sebuah akun, bukan karena diincar dengan iklan berbayar.
Chief Financial Officer Twitter, Ned Segal, menyebut perusahaannya mendapat iklan politik senilai USD 3 juta pada 2018. "Keputusan ini (menolak iklan politik-red) adalah berdasarkan prinsip, bukan uang," cetusnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perusahaan media sosial memang sedang disorot terkait maraknya iklan politik yang terkadang hoax. Namun berbeda dengan Twitter, Facebook justru memutuskan lanjut menerima iklan politik.
"Dalam sebuah demokrasi, saya pikir tidak tepat bagi perusahaan swasta untuk menyensor politisi atau beritanya," kata pendiri dan CEO Facebook, Mark Zuckerberg.
Zuck menjanjikan akan terus mengevaluasi apakah iklan politik di Facebook menghadirkan manfaat atau sebaliknya. Namun sejauh ini, pihaknya takkan menolaknya.
Keputusan Twitter sendiri mendapat pro dan kontra. Salah satu yang bersuara keras adalah manajer kampanye Donald Trump. "Ini adalah upaya berikutnya untuk membungkam kaum konservatif," tuturnya.
(fyk/fyk)