e-Commerce Indonesia: Siapa yang Bertahan dan Terbuang?
Hide Ads

e-Commerce Indonesia: Siapa yang Bertahan dan Terbuang?

Adi Fida Rahman - detikInet
Kamis, 13 Okt 2016 09:01 WIB
Foto: detikINET/afr
Jakarta - Indonesia tengah diserbu e-commerce. Hanya saja ke depannya diprediksi akan banyak yang berguguran dan cuma meninggalkan yang terkuat.

Hal tersebut dituturkan COO baru Bukalapak Wilix Halim. Menurutnya, dunia e-commerce Indonesia akan mengikuti pola yang ada di Amerika Serikat maupun Australia.

Pada mulanya cukup banyak yang bermunculan. Namun seiring waktu terjadi seleksi alam. Menyisakah satu atau dua e-commerce saja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di Amerika Serikat saat ini hanya ada Amazon. Saat ini kita berada di tahap di mana kita figure out siapa yang akan menang dan mendominasi," ujarnya.

Raja Asia Tenggara

Pemerintah punya keinginan Indonesia dapat menjadi pemain ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020 mendatang. Dapatkah hal tersebut ditercapai?

Menjawab pertanyaan tersebut, Wilix berpendapat keinginan tersebut dapat terwujud. Sebab Indonesia punya modal untuk mencapainya.

Pertama dari segi jumlah penduduk. Saat ini Indonesia memiliki lebih dari 250 juta penduduk. Lalu, infrastruktur pendukung pun semakin bagus.

Pemerintah sendiri dinilainya tidak sekadar punya keinginan. Mereka pun melakukan banyak hal guna mendukung pertumbuhan ekonomi digital.

COO Bukalapak WIlix Halim.COO Bukalapak WIlix Halim.


Salah satunya memberi perhatian lebih pada perkembangan dunia startup dan e-commerce. Hal ini, kata Wilix, berbeda dengan pemerintah Australia.

"Dukungannya minimal banget. Kebanyakan startup harus bisa berjuang sendiri. Pemerintah Australia lebih fokus ke area lain. Beda banget dengan pemerintahan Indonesia yang sangat fokus dengan kreatif ekonomi," tutur mantan bos Freelancer.com yang berkantor di Australia itu.

Tantangan

Meski ekonomi digital Indonesia memiliki potensi yang begitu besar, tantangan yang dihadapi pun tidak lantas kecil. Jika tidak dibenahi, para pelaku akan mudah tersingkir dari sengit persaingan.

Salah satu yang harus diperhatikan adalah cari menggunakan uang. Kebanyakan startup latah membakar uang demi membesarkan perusahaan. Padahal banyak teknik untuk menjaring banyak pengguna tanpa harus menghabiskan uang dengan percuma.

Adapun yang dapat dilakukan dengan growth hacking. Cara ini mengedepankan data driven culture untuk mendorong pertumbuhan. Semua eksperimen dan kampanye marketing yang dilakukan, harus dilacak dan dianalisa untuk mengetahui apakah bekerja dengan baik atau tidak.

Dijelaskan Wilix ada lima kunci berupa matriks baku yang digunakan, yaitu Acquisition, Activation, Retention, Referral dan Revenue.

1. Acquisition: Bagaimana menggaet pengguna.
2. Activation: Membuat pengguna melakukan aktivasi di situs yang dikembangkan.
3. Retention: Bagaimana agar pengguna kembali ke situs.
4. Referral: Membuat pengguna mengajak orang lain menjadi pengguna baru.
5. Revenue: Memikirkan agar layanan atau produk mendatangkan pendapatan

"Dari data kita dapat melakukan tindakan selanjutnya. Misalnya membuat website semakin simple, proses dari beli hingga pembayaran makin dipersingkat," pungkas pria kelahiran Medan ini. (afr/ash)