Arief Musta'in, EGM Divisi Digital Service (DDS) Telkom mengatakan, Jarvis Store adalah mitra mereka pada program tahun 2013 sementara Kakatu mulai tahun 2014. Program Indigo Creative Nation, di dalamnya ada inkubator dan akselerator, pun diklaim sebagai pionir pembinaan startup di Indonesia sejak tahun 2009.
Ditambahkan Arief, kedua startup tersebut telah dipublikasikan keterlibatannya langsung oleh Vice President Product Management Google Caesar Sengupta dalam sebuah kegiatan Google di Jakarta baru-baru ini. Keduanya mengalami program akselerasi selama dua pekan pada Juni lalu di kantor pusat Google di Silicon Valley, Amerika Serikat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, hal ini kian menegaskan kontribusi yang sudah diberikan DDS. Selain inkubator, akselerator, bahkan injeksi modal, mereka juga sudah memberangkatkan rintisan usaha digital binaannya ke Silicon Valley pada 9-16 April 2016 lalu.
Kala itu, yang diberangkatkan perwakilan dari Kakatu (aplikasi parental control), AMTISS (aplikasi asset tracking management), dan Goers (aplikasi event discovery dan management). Di Amerika Serikat kala itu, Niki Tsuraya Yaumi (COO) dan Anselmus Kurniawan (CTO) dari Goers, Muhammad Nur Awaludin (CEO) dari Kakatu, dan Ivan Faizal Gautama (CEO) dari AMTISS diajak mengikuti mentorship lebih dalam dari pendiri startup yang memberikan wawasan global kepada startup mereka.
Telkom mendayagunakan koneksi yang dibangun Telkom Group melalui MDI (Metra Digital Invesment) terhadap peserta guna bertemu perwakilan Uber, Facebook, Apple, dan Google, serta venture capital ternama, Kleiner Perkins Caufield & Byers.
Frianto Moerdowo (Toto), CEO Jarvis Store mengatakan, dirinya bisa terpilih Google Launchpad Accelerator antara lain dikarenakan berkat andil program Indigo yang telah membuka ruang pemasaran layanan secara massif dalam bentuk bundling program Telkom dan Telkomsel.
Dia mencontohkan layanan toko online praktis itu sempat menjadi mitra Divisi Enterprise & Business Solution Telkom pada tahun 2015 dan DDS sepanjanng tahun ini dengan roadshow pemasaran sampai ke 300 kota. Hal ini memungkinkan produknya diakses pasar hingga 25.000 klien dengan pertumbuhan hingga 600%.
"Ketika kami di sana (Silicon Valley, red), kami mengobrol dengan pihak Google dan salah satu pertimbangannya adalah penetrasi dan penerimaan pasar. Kalau tanpa diinjeksi DDS dan bundling layanan Telkom, mungkin kami tidak terpilih (Google Launchpad Accelerator, red)," katanya.
Toto mengatakan, dirinya juga merasa beruntung karena mendapatkan banyak pemahaman soal model bisnis dan terutama kondisi pasar Indonesia setelah masuk program Indigo tahun 2013 lalu. Hal ini justru tidak didapatkan ketika berangkat ke kantor pusat Google yang relatif tidak paham medan pasar di tanah air.
"Buat kami, keduanya ini saling melengkapi. Pada program Indigo, kami memperoleh ilmu tentang pasar lokal sementara di Google Launchpad Accelerator mengajarkan tentang jejaring global, tampilan muka, pengalaman pengguna, dan estimasi pengguna," ungkapnya.
Jejaring global dikarenakan saat mentoring bertemu dengan para pengambil kebijakan di Google dan pimpinan startup lainnya. Tampilan muka (user interface/UI) maupun pengalaman pengguna (user experience/UX) diarahkan berbasis data dan riset, bukan intuisi semata, sehingga dampak ke produk menjadi signifikan.
"Jadi, selain dikenalkan dengan ekosistem yang sangat kuat, kami juga tahu seperti apa UI dan UX yang bagus. Bahkan, kami memperoleh mentoring tentang bagaimana estimasi produk yang baik untuk 100.000 user, 1 juta user, hingga ratusan juta user," katanya.
![]() |
Muhamad Nur Awaludin, CEO Kakatu menambahkan, pihaknya sepulang dari Google, merasa sangat terasa terbantu dengan metode pengembangan produk dari segi UI/UX dan teknologi. Terutama konsep kekinian, yakni Google Design Spirit, yang menjadi dasar pengembangan Kakatu ke depannya.
Dia juga merasa memperoleh masukan signifikan terkait sisi wirausaha, yang dikiranya lemah di sisi model bisnis, ternyata belum teguhnya product market fit mereka. (ash/rns)