Lebih kagetnya lagi, para orang pintar di Google itu seakan belum puas dengan ilmu yang dikuasainya. Namun mereka terus merasakan dahaga dan terus menimba ilmu. Beruntung, Google mengakomodir hal ini dan terus memberi asupan pengetahuan kepada para karyawannya.
Hamdani Rosyid -- panggilan akrab Dani -- merupakan karyawan Google asal Pekanbaru yang sudah 2 tahun lebih di berkarir di Mountain View. Ia merupakan engineering di tim Google Payment.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam hati saya berpikir, 'ternyata gua termasuk goblok dibanding orang-orang ini'. Sementara soal kebiasaan yang banyak beda, sudah sering dengar dan itu sudah antisipasi," ujarnya, blak-blakan.
Meski demikian, hal itu tak lantas membuat nyali Dani ciut. Sebaliknya, kondisi ini malah membuat anak muda ini untuk lebih tahan banting dan punya keinginan belajar lebih kuat lagi sehingga tak mudah tenggelam di antara timnya di perusahaan paling idaman di dunia tersebut.
Amanda Surya, IndoGooglers lainnya menyatakan, meski berstatus sebagai perusahaan teknologi nomor wahid, Google lebih seperti kampus. Dimana banyak yang datang untuk sharing ilmu baruΒ dan beragam topik.
"Kalau ada waktu, bisa duduk, mendengarkan dan belajar. Perusahaan lain, sepengalaman saya, tak seperti itu. Google juga sangat open, banyak sesi sharing informasi, kolaborasi, membantu satu dan yang lainnya. Jadi semuanya sangat positif," lanjutnya.
Budi, IndoGoogler yang berada di tim Android menambahkan, karyawan Google datang dari beragam latar belakang. Tak ada embel-embel asal negara atau lulusan kampus mana yang bisa masuk perusahaan yang didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin ini.
"Ada lulusan Ph.D tapi bukan berarti menjadi engineering paling oke di Google. Tim yang sukses itu harus beragam, ada yang result oriented, marketing oriented, proses dan lainnya," kata Budi yang sudah 9 tahun di Google ini.
(ash/rns)