Ya, Yansen memang punya gaya nyeleneh nan kocak dalam memotivasi. Namun celotehan-celotehannya penuh arti dan menginspirasi bagi mereka yang ingin berkarir menjadi creativepreneur. "Enterpreneur tuh memang mesti gitu (pede-red.), harus bisa jual diri, secara legal tentunya dengan kepercayaan diri," lanjutnya.
Yansen lantas bercerita, waktu SMA, ia bercita-cita ingin jadi VJ MTV, namun tentunya tak berhasil. Hal kreatif pun jadi sasaran tembak Yansen muda, tentunya dengan rasa percaya diri yang tinggi pula.
"Lagi-lagi itulah yang sebetulnya kekurangan teman-teman di Indonesia. Kalau dibandingan dengan bule (orang asing), bawaannya rendah diri saja makanya kita dijajah belanda 350 tahun, itu 5 generasi lho. Jadi dari kakek loe, kakeknya kakek loe tuh kita tuh dijajah. Jadi harapannya tuh kalian jangan sampai rendah diri, kayak saya gak ganteng, tapi ya merasa ganteng," lugasnya.
Kibar sendiri merupakan perusahaan yang bergerak di bidang konsultan industri kreatif digital yang didirikan pada tahun 2010. Bisa dibilang bisnis konsultan yang dijalankan Yansen berawal dari mimpi. Terlebih awalnya ia dulu berkantor di foodcourt. Namun kini, Kibar sudah punya kantor di kawasan elit Menteng.
Sesuai namanya, Kibar Kreasi lebih menjual kreativitas (ide), khususnya melalui teknologi. Adapun empat misi utama Yansen lewat bendera Kibar adalah membantu para pemilik UKM, melakukan revolusi pendidikan, penyetaraan gender dalam teknologi, serta pemanfaatan teknologi untuk menyelesaikan masalah.
Dalam tiga tahun terakhir, sudah ada 10 ribu perusahaan yang bergabung. Hanya saja yang beneran 'jadi' kurang dari 10%. "Banyak yang di tengah jalan merasa gak mampu karena gagal mulu sampai akhirnya memilih mendingan kerja aja deh, jadi banyak yang gak pede," ungkap Yansen.
Padahal, lanjutnya, saat berkunjung ke Silicon Valley beberapa waktu lalu, Yansen menemukan fakta bahwa Silicon Valley yang notabene adalah surga bagi produk digital paling sukses dunia juga menjadi sarang kegagalan.
"Jadi kalau kalian dengar Silicon Valley, tempat berasalnya aplikasi hebat di dunia, saya ke sana coba cari rahasia. Saya tanya investor di sana, dosen, pengusaha dan lainnya. Jawabannya sama, Silicon Valley adalah tempat yang menyediakan kegagalan sebanyak mungkin, jadi di sana tempanya gagal sebelum berhasil, Tapi di sini kita gagal sekali sudah langsung mundur," papar Yansen.
Padahal gagal adalah bagian dari keberhasilan. Coba tengok saat kita masih kecil, saat pertama kali belajar naik sepeda pasti hampir semuanya jatuh alias gagal. Sama seperti berengan, tak ada perenang dunia yang baru lahir langsung mahir banyak gaya renang.
"Tahu Angry Birds? Itu merupakan game ke-50 yang diciptakan Rovio, sedangkan 49 lainnya gagal. Tapi kenapa kita suka mencemooh orang gagal?" Yansen menandaskan.
(ash/asj)