Awas! Investasi Bodong Bisnis Ponsel Murah Ponzi

Awas! Investasi Bodong Bisnis Ponsel Murah Ponzi

ADVERTISEMENT

Kolom Telematika

Awas! Investasi Bodong Bisnis Ponsel Murah Ponzi

- detikInet
Jumat, 19 Sep 2014 10:20 WIB
Ilustrasi (Ist.)
Jakarta -

Skema Ponzi adalah kegiatan penipuan berkedok investasi dimana operator membayar hasil investasi dengan modal yang disetorkan oleh investor baru dan bukan dari hasil usaha.

Operator Ponzi biasanya mengelabui investor baru dengan menawarkan hasil investasi yang jauh lebih tinggi dari investasi lainnya dan kebanyakan tidak masuk akal.

Jika hal ini berlangsung, beberapa investor awal akan menerima imbal hasil yang luar biasa untuk waktu singkat. Namun pada akhirnya setelah tidak ada investor baru yang masuk, maka bagi hasil ini akan terhenti dan biasanya investor-investor yang terakhir dan jumlahnya banyak akan menjadi korban.

Jahatnya skema Ponzi ini, ia akan membius korbannya dengan imbal hasil yang menggiurkan dan karena ada bukti imbal hasil tersebut dibayarkan beberapa kali, biasanya korbannya akan mempertaruhkan semua harta bendanya, tabungan keluarga, tabungan pendidikan anak, rumah dan pinjaman berbagai pihak.

Banyak kasus korban Ponzi yang diceraikan oleh pasangannya, berhenti sekolah atau harus menjual harta bendanya karena ia sudah menyeret teman-teman dan saudaranya ke dalam investasi bodong ini.

Karena itu para pengguna internet Indonesia dan para pelaku ekonomi, jangan mudah tergiur oleh imbal hasil yang luar biasa, kemungkinan besar Anda sudah menjadi incaran skema Ponzi.

Bisnis Ponsel

Masyarakat Indonesia terutama para usahawan yang bergerak di bidang jual beli telepon seluler belakangan ini digemparkan oleh penipuan yang juga memanfaatkan media online dan disinyalir menimbulkan kerugian sampai ratusan miliar rupiah.

Penipuan yang ini lebih canggih dari pada penipuan toko online abal-abal mengingat nominal penipuan yang fantastis dari antara Rp 5 juta sampai dengan miliaran rupiah per korban.

Tentunya cukup mengejutkan kalau ada penipuan online yang korbannya per orang mencapai miliaran rupiah namun tidak terekspos. Wong penipu yang jualan sepeda Fixie saja sampai masuk koran dan berita online. Agak sulit juga membayangkan ada orang yang belanja online bisa tertipu sampai Rp 2 miliar, apa dia membeli Lamborghini yang suratnya bodong dan dengan naifnya mentransfer Rp 2 miliar ke penjual online yang sama sekali tidak dikenalnya? Rasanya kasusnya tidak sesimpel itu.

Untuk melihat lebih jauh, Vaksincom melakukan sedikit investigasi dan menulis artikel ini supaya para pengguna internet Indonesia tidak mudah tertipu dan tergiur oleh janji-janji harga murah yang kalau toko online abal-abal menggunakan taktik hit and run, sekali pukul langsung kabur.

Kalau yang ini menggunakan taktik cheat and run. Bedanya fish and run adalah korbannya dipancing terlebih dahulu dan diberikan barang yang dijanjikan yang akan memberikan untung fantastis. Lalu setelah korbannya percaya dan merasa keuntungan besar sudah di depan mata sehingga mengalami gelap mata, tentu logika sudah tidak bekerja dan segala harta benda pun dipertaruhkan untuk mendapatkan keuntungan besar.

Bukannya keuntungan besar yang didapatkan tetapi semua modalnya hilang karena ia sudah menjadi korban skema Ponzi.

Media online digunakan sebagai sarana komunikasi dan cakupannya tentu lebih luas dengan biaya lebih murah. Namun akibat negatif yang ditimbulkan jelas akan lebih lebih tinggi dibandingkan offline yang cakupannya lebih kecil.

Ditimpali dengan banyaknya pengakses internet Indonesia yang termasuk newbie dan mayoritas masih belum bisa membedakan dengan baik mana situs yang asli dan mana yang bukan dan menganggap apa yang ditampilkan di halaman situs semuanya benar dan asli.

Padahal seperti kita ketahui, mengkloning suatu situs sangat mudah, tidak memerlukan keahlian khusus dan banyak yang hanya bermodalkan klik kanan copy and paste.

Iming-iming Ponsel Murah

Tidak seperti rokok yang memiliki peminat terbatas, perangkat komunikasi memiliki peminat tidak terbatas dan sudah menjadi salah satu kebutuhan dasar.

Menurut data terbaru dari Kominfo, jumlah telepon seluler sebanyak 270 juta perangkat di Indonesia bahkan lebih banyak dari jumlah penduduk Indonesia yang artinya banyak orang yang memiliki lebih dari satu perangkat seluler.

Hal ini tentu saja membuat bisnis seluler tumbuh pesat, baik yang berjualan pulsa yang secara de facto lebih banyak jaringannya dari penjual rokok ataupun penjual perangkat seluler.

Harga perangkat seluler pun sangat kompetitif dan margin keuntungan toko ponsel dari setiap perangkat yang dijualnya sangat kecil, di bawah 3% dari harga perangkat. Tentunya kalau ada ponsel dengan harga miring akan langsung disambar oleh penjual karena tingginya permintaan atas ponsel ini.

Hal inilah yang mengilhami beberapa pelaku distribusi seluler yang memanfaatkan tingginya permintaan atas ponsel berharga miring, miringnya keterlaluan karena bisa lebih murah dari harga distributor.

Praktek standar yang digunakan adalah memberikan harga 50% dari harga resmi dengan sistem Pre Order dimana calon pembeli harus memberikan uang tanda jadi dalam jumlah tertentu dan saat waktu Pre Order sudah tiba maka ponsel akan dikirimkan setelah pembeli mengirimkan uang sisanya.

Sebagai gambaran, di bawah adalah harga penawaran yang diberikan dalam praktek Ponzi ini. Dalam tabel terlihat bahwa harga PO (Pre Order) yang ditawarkan jauh lebih murah dari harga pasar dan bahkan lebih murah dari harga modal distributor.

Namun syarat Pre Order ini adalah barang tidak akan langsung didapatkan dan harus menunggu dan selama menunggu peminat harus mengirimkan uang DP untuk Pre Order. (lihat tabel 1)


Tabel 1: Contoh penawaran Pre Order Seluler Ponzi

Guna menjaring lebih banyak korban, distributor yang sudah menjalankan usahanya dari tahun 2009 ini sampai membuat satu Fan Page di Facebook dan hal ini terbukti efektif karena berhasil menjaring korban dari seluruh Indonesia. Lalu bagaimana ceritanya sampai ada korban yang tertipu sampai ratusan juta dan miliaran?

Teknik Ponzi digunakan dimana guna meyakinkan korbannya akan bonafiditas distributor korban yang melakukan Pre Order akan dikirimi barang sesuai pesanannya dengan harga yang luar biasa miring.

Dalam kasus ini, seperti pengakuan pelaku, ia melakukan teknik gali lobang tutup lobang. Jadi untuk memenuhi order dari PO terdahulu ia menggunakan uang DP dari PO yang sekarang dimana penerima barang akan makin bernafsu dan menggandakan order PO-nya.

Secara tidak langsung korbannya akan terjerumus makin dalam, membayangkan keuntungan tidak wajar yang berlimpah banyak korban yang gelap mata. Ibarat nyaleg mereka menggunakan uang tabungan keluarga, menjual harga benda sampai meminjam kepada rentenir karena menurut hitung-hitungan keuntungan lebih besar di depan mata.

Namun sesuai hukum skema Ponzi, pada satu titik dimana uang dari peserta baru tidak ada lagi, maka penyelenggara Ponzi akan tidak mampu membayar keuntungan yang dijanjikan. Dalam hal ini uang untuk membeli HP murah sudah tidak ada dan terjadilah ledakan korban Ponzi PO HP ini.

Pelaku memang berhasil ditangkap pihak yang berwenang dan sedang menjalani proses hukum, namun dapat dipastikan kerugian yang diderita oleh korban akan sulit kembali.

Cerdas Berbisnis

Belajar dari kasus di atas, para pelaku ekonomi di Indonesia harusnya bisa peka dan cerdas dalam menjalankan bisnisnya. Kalau ada keuntungan yang luar biasa di depan mata bagi semua orang, mengapa si penyedia produk/jasa tidak memanfaatkan sendiri saja dan ia menjadi kaya raya? Kok, malah dibagi-bagi ke banyak orang?

Tentunya hal ini menjadi pertanyaan besar. Namun psikologi manusia memang bermain di sini, rekayasa sosial atas kelemahan manusia yang dijanjikan mendapatkan keuntungan besar dengan mengorbankan harta bendanya.

Jangan mudah tergiur dengan ponsel baru berharga super murah yang tidak masuk akal, karena kemungkinannya hanya 3:
1. Barang curian
2. Barang palsu/refurbish
3. Barang Ponzi-an

 

*) Penulis, Alfons Tanujaya adalah seorang praktisi antivirus dan keamanan internet. Ia bisa dihubungi melalui email info@vaksin.com.

(ash/ash)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT