Meski sempat dinyatakan batal lantaran kekurangan dana, nyatanya forum tata kelola internet dunia itu bisa diselamatkan. Bahkan diprediksi bakal mengukir rekor dari sisi jumlah peserta.
IGF 2013 Bali pun disebut-sebut menjadi salah satu yang terbaik sejak pertama kali dihelat pada 8 tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan lewat tingginya antusiasme peserta dari lebih dari 100 negara yang menghadirinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bisa dibilang ini merupakan suatu prestasi bagi penyelenggara IGF 2013. Sebagai perbandingan, event yang sama dua tahun sebelumnya di Nairobi, Kenya, diprediksi total dihadiri sekitar 2.000 delegasi.
Lokasi acara di Bali yang menjadi ikon Indonesia di mata turis internasional memang cukup mengangkat pamor IGF 2013. Artinya, salah satu target dari IGF 2013 yang ingin membuktikan Bali sebagai lokasi kondusif dan menarik sebagai tujuan wisata pun bisa dibilang turut berhasil.
"IGF 2013 memiliki tujuan direct dan indirect, dimana direct-nya adalah membuktikan bahwa Bali merupakan lokasi yang kondusif dan menarik untuk didatangi dan sebagai lokasi perhelatan akbar seperti IGF 2013," ucap Tifatul, saat pembukaan acara.
Satu hal menarik lainnya adalah jika berkaca dari persiapan IGF 2013 yang sempat maju-mundur. Bayangkan saja, tiga bulan sebelum hari H, Kementerian Kominfo telah memastikan bahwa IGF 2013 batal digelar di Bali. Alasannya, kurang dana!
"Dengan berat hati IGF 2013 batal diadakan di Indonesia. Kita sudah melaporkan ke sekretariat IGF secara informal. Mereka menyayangkan, tapi juga tak bisa memaksakan karena aspek biaya," ujar Kepala Humas dan Pusat Informasi Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto kepada detikINET, kala itu.
Dipaparkan Gatot, IGF 2013 membutuhkan biaya sekitar Rp 22 miliar. Dimana dari penyelenggara Id-IGF sudah terkumpul Rp 9 miliar, sedangkan Kementerian Kominfo memberi alokasi dana Rp 2,5 miliar. Jadi kurang dana sekitar Rp 10,5 miliar. Sempat pula tambahan dana diajukan lewat APBN-P atau dari anggaran BP3TI, tapi urung terlaksana.
Pun demikian, batu yang menghadang penyelenggara IGF 2013 pelan-pelan akhirnya terkikis. Dimana pada bulan Agustus kemarin -- atau dua bulan sebelum hari H -- Kominfo memastikan bahwa Indonesia bakal tetap menjadi tuan rumah penyelenggaran Internet Governance Forum (IGF) ke-8 pada 22β25 Oktober 2013.
Kominfo ataupun pihak penyelenggara IGF 2013 memang enggan mengungkap lebih jauh soal pihak mana yang menutupi kekurangan dana yang mencapai miliaran tersebut. Sumber detikINET menyatakan, sejumlah pihak yang jadi pendonor antara lain Google, ICANN, dan organisasi internasional lainnya.
Konferensi Global Internet Governance Forum sendiri direncanakan diisi sebanyak 154 workshop soal internet yang siap dihelat dengan topik A-Z. Mulai dari membahas soal kebebasan ekspresi, regulasi, keamanan internet, dan topik seputar internet lainnya.
Jadi ini adalah wadah bagi diplomasi internet indonesia. Bagaimana merumuskan tata kelola internet, karena setiap negara menjamin ketersambungan dan tiap negara punya kepentingan masing-masing.
Konferensi ini pun terkait dengan Deklarasi Millennium Development Goal (MDG) No. 555/2 tahun 2000 dan Kesepakatan World Summit on the Information Society (WSIS) No. 060/1/2005.
Salah satu prinsip penting sebagai benang merah adalah, pembangunan masyarakat informasi dalam rangka pengentasan kemiskinan dapat dibantu dengan teknologi informasi dan komunikasi yang berlandaskan pada kemitraan yang kokoh antara pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat madani (civil society), dan organisasi internasional lainnya.
Sekjen PBB, melalui Sidang WSIS di Tunisia tahun 2005, telah membentuk pokja tata kelola internet sebagai kondisi pemungkin (enabler) untuk memastikan partisipasi multi stakeholder atau pemangku kepentingan majemuk dapat berjalan aktif, terbuka dan inklusif.
Dalam konteks kepentingan dalam negeri, beberapa hal yang dapat dipetik dari pelaksanaan Global IGF ke-8 di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Memperkuat posisi Indonesia sebagai poros penting Internet global.
2. Menjadikan Indonesia sebagai sumber belajar bagi bangsa/negara lain.
3. Membuka peluang komunitas Indonesia mulai berkiprah secara global.
4. Membuka potensi kerjasama dan alih pengetahuan antar pelaku kunci.
5. Mendorong dialog tata-kelola Internet yang inklusif, transparan, akuntabel, egaliter dan melibatkan pemangku kepentingan majemuk.
6. Menstimulasi pertumbuhan dan pasar akses Internet dalam negeri.
(yud/ash)