"Padahal sebuah baterai sungguh adalah sebuah bom yang mengeluarkan energinya dalam cara yang dikontrol," kata Qichao Hu, mantan peneliti di Massachusetts Institute of Technology dan pendiri startup SolidEnergy Systems.
"Ada isu keamanan fundamental di semua baterai dan ketika Anda mendapatkan kepadatan energi yang lebih tinggi serta isi ulang lebih cepat, maka batasan yang mencegah ledakan semakin berkurang," papar dia yang dikutip detikINET dari Reuters.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lembaga Korean Agency for Technology and Standards yang juga menginvestigasi Note 7 menyatakan, kasus yang terjadi di unit pengganti Note 7 mungkin saja berbeda akar masalahnya dari unit yang lama.
Baik Samsung SDI dan Amperex Technology Ltd yang menjadi suplier baterai Samsung Electronics menolak berkomentar. Dan jika memang masalahnya di baterai, berarti bukan kasus yang pertama kali terjadi.
Lembaga Consumer Product Safety Commision di Amerika Serikat sudah berulangkali meminta recall beragam perangkat yang bermasalah di baterai lithium. Misalnya perangkat hoverboards. Di 2013, Boeing harus mengandangkan pesawat 787 karena beberapa komponen baterainya terbakar.
Lithium sendiri dikatakan sebagai metal paling ringan dan bisa membawa banyak energi di volume yang kecil, sehingga sempura untuk baterai. Ada 8 miliar baterai semacam itu diproduksi tahun lalu menurut data dari Albermarle, perusahaan kimia asal AS.
Baterai lithium ion perlu mekanisme pengamanan yang menambah ongkos produksi. Namun masalah berpotensi tetap terjadi baik di produk murah atau mahal. Dan Samsung bukan satu-satunya perusahaan besar yang kena isu soal baterai lithium.
Sekitar 9,6 juta baterai laptop milik Sony pernah ditarik kembali karena bermasalah. HP, Toshiba sampai Panasonic juga pernah mengalami hal yang sama.
CEO Panasonic, Kazuhiro Tsuga mengakui baterai lithium rentan terbakar ketika kepadatannya ditingkatkan dan fast charging diterapkan. "Ada trade off antara risiko dan keuntungannya. Kami menempatkan prioritas utama di keamanan. Dengan teknologi saat ini, sangat sulit membuatnya zero incident," terang Kazuhiro.
Sebelum era smartphone, tidak banyak fungsi sebuah ponsel. Namun sekarang pengguna smartphone terus memakainya secara konstan. Ini membuat manufaktur membuat layar smartphone lebih besar dan lebih powerful, membawa energi di ruang lebih kecil.
Dan seberapa canggih materialnya, tetap dinyatakan tidak 100% aman. Tapi perlu ditekankan kalau pengguna ponsel atau gadget lain yang menggunakan baterai lithium tak perlu khawatir berlebihan. Sebab, kejadian ponsel meledak karena isu baterai sebenarnya sangatlah langka.
(fyk/rns)