Lima skema TKDN yang dimaksud adalah 100% hardware, 100% software, 25% software dan 75% hardware, 75% software dan 25% hardware, serta 50% software dan 50% hardware. Beberapa poin dari kelima skema dianggap kurang tepat oleh sebagian pembuat perangkat genggam.
Pasalnya, sudah ada vendor yang terlanjur menggelontorkan investasi yang cukup besar demi memenuhi TKDN yang tadinya berat ke hardware. Ketika muncul lima skema tersebut, produsen ponsel yang tadinya ingin ikut berinvestasi pun jadi menahan diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Harusnya) TKDN 100% software ditiadakan. Dulu mereka (produsen ponsel-red) mau tidak mau harus investasi, ketika lima skema TKDN keluar mereka mundur, menunggu keputusan," kata Lee Kang Hyun, Wakil Ketua Wakil Ketua Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) dan Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) di sela-sela acara Indonesia LTE Conference di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (18/5/2016).
Meski begitu, Kang Hyun tidak menampik kalau software tetap jadi komponen penting terkait TKDN. Hanya saja kalau komponen software mendominasi, lantas bagaimana nasib pekerja di Indonesia. Karena produsen ponsel jadi tak perlu repot-repot bangun pabrik untuk memenuhi TKDN.
"TKDN memang harus tetap hardware dan software, tapi kenapa jadi 100% software. 100% hardware saja belum bisa memenuhi TKDN (apalagi cuma software)," sungutnya.
Di sisi lain, investasi dari TKDN 100% software juga terbilang rendah. Menurut pria Korea Selatan yang sudah fasih bahasa Indonesia itu produsen ponsel maksimal hanya perlu investasi USD 2 juta untuk memenuhi TKDN 100% software.
Angka ini tentu jauh lebih rendah ketimbang membangun sebuah pabrik. Selain itu tenaga kerja yang terserap juga jauh lebih sedikit.
Namun Kang Hyun juga tak memungkiri kalau bukan perkara gampang untuk memenuhi komponen TKDN. Pasalnya, industri ponsel di Indonesia disebut masih sangat minim, oleh karenanya diharapkan TKDN mampu menggenjotnya.
"Komponen-komponen (ponsel) itu masih belum ada pabriknya di Indonesia. TKDN harus didukung agar produsen ponsel bangun pabrik di Indonesia. Kalau banyak (yang bangun pabrik) pasti komponen akan (berkembang) banyak," ujarnya.
"(Tapi) kalau TKDN begini (100% software-red) tidak akan ada yang mau datang," Kang Hyun mewanti-wanti.
Selain itu ujung-ujungnya biaya produksi di Indonesia malah bisa lebih tinggi dari impor. Alasannya, industri ponsel jadi tak berkembang. Kang Hyun mengaku sudah menyampaikan keluhannya ke Menkominfo Rudiantara, namun jawaban yang diterima disebutnya malah tak masuk akal.
"Kalau TKDN belok (jadi 100% software), sampai kapan pun tidak akan jalan (industri ponsel Indonesia). Berarti cost bikin di Indonesia jadi lebih tinggi (ketimbang impor). Pak Rudiantara malah bilang,'Kenapa cost-nya lebih tinggi? Kalian bikin murahin saja'" tutup Kang Hyun dengan nada kesal sembari meninggalkan acara Indonesia 4G Conference di Balai Kartini, Jakarta (yud/ash)