Celah-celah tersebut diungkap oleh Usun Pringgodigdo, Kabid Industri Merek Lokal Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI), dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (29/2/2016).
"Misalnya produsen mempunyai 5 tipe ponsel 4G, mereka cukup mendaftarkan satu tipe, dan sisanya ikut dalam sertifikat tersebut," urai Usun tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya dari Permendag nomor 82 pada tahun 2012, lalu diubah menjadi nomor 38 pada tahun 2013 dan menjadi nomor 48 di tahun 2014," tambah Usun yang juga petinggi Polytron Mobile tersebut.
Pada tahun 2016 ini, peraturan tersebut rencananya akan diubah lagi untuk ketiga kalinya, yang saat ini masih berada dalam tahap uji publik.
Salah satu aturan yang akan diubah dalam Permendag tersebut adalah penghapusan aturan soal kewajiban membangun pabrik ponsel di Indonesia dalam waktu tiga tahun ke depan. Waktu tiga tahun tersebut akan habis pada tahun 2016 ini.
Ada juga perubahan soal skema komposisi penghitungan TKDN yang terus berubah. Skema terakhir menyebutkan bahwa penghitungan TKDN ini terbagi-bagi. Pertama, skema 100% hardware. Kedua, 100% software. Ketiga, komposisi hardware 75% dan software 25%. Keempat, hardware dan software masing-masing 50%, dan terakhir atau kelima, hardware 25% dan software 75%.
Hal inilah yang dipermasalahkan oleh AITSI. Menurut mereka software -- dalam hal ini aplikasi ponsel -- prosesnya tak membutuhkan aset tetap. "Cuma modal 1 komputer dan 1 orang sudah bisa memenuhi TKDN," tegas Ali Soebroto, Ketum AIPTI dalam acara yang sama.
Menurutnya, silakan saja kalau mau membuat aplikasi, tapi jangan ditukar dengan komposisi hardware di bidang manufaktur untuk menghitung angka TKDN. (asj/ash)











































