Semakin lama teknologi smartphone juga semakin baik. Layar yang semakin bagus, prosesor yang semakin cepat, sensor yang semakin lengkap, fitur-fitur yang semakin hebat, dll, yang akhirnya membuat banyak device portable ini dituntut untuk menyala semakin lama. Sayangnya teknologi baterai sekarang ini perkembangannya belum secepat teknologi lainnya seperti yang disebutkan di atas.
Memang banyak teknologi-teknologi baterai baru yang sepertinya akan sangat menjanjikan, baterai yang lebih tahan lama, lebih tipis, dan tidak mudah rusak. Hanya teknologi ini sekarang masih dalam tahap percobaan, masih dibutuhkan waktu beberapa tahun kedepan untuk bisa diterapkan pada berbagai device.
Untuk menyiasati kebutuhan device yang semakin lama dituntut untuk terus menyala, saat ini yang banyak dilakukan industri smartphone adalah memperbesar kapasitas baterai. Kita ingat satu dua tahun lalu, umumnya baterai smartphone masih di bawah 2.000 mAh. Sekarang kebanyakan smartphone memiliki kapasitas baterai sudah di atas 2.000 mAh, bahkan ada yang berkapasitas 5.000 mAh.
Baterai yang besar kapasitasnya, juga punya efek negatif, selain membuat smartphone semakin tebal dan berat, biasanya membutuhkan waktu yang lama untuk di-charge (diisi) penuh. Rata-rata smartphone berkapasitas 3.000 mAh, jika menggunakan cara charging standar, memerlukan waktu 3 jam lebih untuk bisa penuh.
(Anandtech)
Untuk itu dicari cara supaya pengisian baterai tidak perlu memakan waktu yang lama, dan kita diperkenalkan dengan teknologi pengisian baterai yang lebih cepat yang dikenal dengan banyak istilah, fast charging, boost master, rapid charge, turbo power dll, yang diusung oleh berbagai vendor.
Memang selain itu, ada juga yang mencoba mensiasatinya dengan menggunakan aksesoris charger yang memiliki ampere yang lebih besar, tetapi cara ini tidak bisa secara signifikan mempercepat waktu pengisian.
Sebenarnya fast charging, boost master, turbo power, dll, saat ini secara umum menginduk kepada teknologi yang dibuat oleh Qualcomm, yaitu quick charge. Saat ini quick charge sudah mencapai versi 2.0, dan menjanjikan waktu pengisian bisa 75% lebih cepat dibanding pengisian standar.
Pertama kali implementasi quick charge harus pada device yang menggunakan beberapa tipe prosesor Snapdragon dari Qualcomm, dengan mengaplikasikan Power Management Integrated Circuit. Kemudian quick charge 2.0 ini bisa digunakan juga oleh device-device yang tidak menggunakan prosesor dari qualcomm dengan menerapkan stand alone quick charge 2.0 chip.
Jadi untuk bisa mengimplementasikan cara charging yang cepat, memang diperlukan chip khusus sebagai 'otak' yang mengatur teknologi ini.
Keterangan gambar: Stand alone chip.
Untuk melihat lebih jauh bagaimana teknologi charging yang cepat ini bekerja, kita mengambil salah satu contoh dari teknologi fast charging yang digunakan Samsung. Karena saat ini selain memiliki rekor charging tercepat di antara device-device yang mengimplementasikan quick charge 2.0, Samsung sepertinya menjadi vendor yang paling serius membawa fast charging dan pengembangannya, terhadap device-device flagship terbaru.
Fast Charging
Adaptive Fast Charging.
|
Pada adaptive fast charger yang digunakan Samsung semenjak Galaxy Note 4, tertera dua spesifikasi charger, pertama dengan tegangan 5V dan arus 2A, yang kedua tegangan 9V dan arus 1.67A. Ketika charger ini digunakan pada smartphone yang tidak memiliki teknologi charger cepat, maka akan mengalirlah daya sesuai spesifikasi standar dari tegangan 5V dan arus 2A.
Tetapi pada saat charger digunakan oleh smartphone yang memiliki teknologi fast charging, maka mengalirlah daya dari tegangan 9V dan arus 1.67 A. Kemampuan charger yang bisa beradaptasi dengan device yang di-chargenya ini yang membuat Samsung menamakan chargernya sebagai adaptive fast charger, bisa digunakan untuk device yang menggunakan teknologi pengisian cepat, atau tetap aman digunakan untuk device standar.
Apa yang membedakan dari kedua cara charger ini sebenarnya adalah Power atau Daya yang dihasilkan. Pada hukum fisika untuk arus searah (DC), berlaku rumus sederhana: P(daya) = V(tegangan) x I(arus).
Pada spesifikasi charger standar, Power (daya) yang dihasilkan adalah maksimum 5V x 2A = 10watt. Sedangkan pada fast charging menjadi 9V x 1.67A = 15 watt.
Dengan memperbesar daya, maka waktu pengisian baterai menjadi lebih singkat. Sebenarnya fast charging ini pada koneksi micro USB, masih bisa menanggung power yang lebih besar sampai 24 watt secara teori, tetapi kemungkinan implementasinya masih menunggu beberapa faktor lain siap. Pada dasarnya quick charger 2.0 sendiri bisa diterapkan pada 3 macam tegangan, 5V, 9V dan 12V.
Walaupun memiliki teknologi yang mirip menggunakan dasar dari qualcomm quick charge 2.0, pada penerapannya ke device masing-masing, ternyata ada perbedaan antara satu vendor dengan vendor lain dari sistem management daya, penerapan efisiensi, dan teknologi baterai yang digunakan, sehingga kecepatan yang diraih saat charging bisa berbeda-beda.
Keterangan gambar: Benchmark speed.
Pada fast charging, baterai Galaxy S6 (2.550 mAh) dan Galaxy Note 5 (3.000 mAh), yang seharusnya membutuhkan waktu 2 jam-3 jam untuk charging dari 0%-100%, sekarang ini membutuhkan waktu hanya 80-90 menit saja.
Bagaimana dengan sistem keamanan dan keawetan baterai? Banyak yang menduga kalau fast charging akan membuat baterai menjadi panas dan lebih pendek umurnya. Di sinilah chip dengan teknologi quick charge bekerja, selain mengatur tegangan dan arus, juga memantau temperatur baterai.
Umumnya saat mulai di-charge, tidak berapa lama kemudian device akan cenderung hangat, tetapi setelah semakin penuh kira-kira diatas 80%-90%, maka charger akan shift ke tegangan yang lebih rendah dan daya yang dimasukkan ke dalam baterai tidak sebesar ketika fast charging maksimum bekerja.
Dengan ini suhu baterai akan “cooling down”, dan pada saat pengisian baterai penuh, ketika kita pegang, device sudah dalam suhu normal. Dengan chip yang selalu memantau kondisi baterai dan arus pengisian, tidak ada dampak yang berarti bagi ketahanan umur baterai.
Keterangan gambar: pemantauan.
Dengan teknologi fast charging, pengguna smartphone yang semakin sibuk dan selalu bergantung pada smartphonenya akan banyak terbantu. Seringkali mereka tidak sempat diam lama di sebuah tempat dan selalu bergerak. Fast charging membantu dalam waktu yang singkat tersebut mendapat pengisian baterai yang besar.
Dalam pengisian 10 menit, diperkirakan smartphone dengan kemampuan fast charging, sanggup digunakan dalam interval selama 4jam untuk berbagai keperluan.
Bangun pagi dan kelupaan mengisi baterai smartphone, masih bisa sempat dilakukan selama jeda waktu untuk bersiap-siap pergi, seperti saat mandi dan sarapan.
Belum genap satu tahun sejak fast charging diperkenalkan di Galaxy Note4, ternyata senantiasa ada peningkatan kecepatan pengisian, lebih cepat di Galaxy S6, kemudian lebih cepat lagi di Galaxy Note 5. Jadi kita bisa berharap teknologi pengisian yang semakin cepat akan terus berkembang di produk berikutnya.
Fast Wireless Charging
Fas Wireless Charging Pad.
|
Tetapi orang yang sudah mengantuk, atau anak-anak, bisa saja melakukan kesalahan waktu memasukkan port charger ini, yang bisa mengakibatkan port charger rusak.
Perbedaan tipe port charger juga membuat masing-masing charger sulit saling bertukar. Jika kita mempunyai satu iPhone6 dan Samsung Galaxy Note5, saat bepergian kita harus membawa chargernya masing-masing.
Kita perhatikan juga di tempat-tempat umum seperti bandara atau ruang tunggu, sering disediakan charger yang bisa langsung digunakan, tetapi biasanya dibagi berdasarkan tipe. Ada charger dengan micro USB, port type lama untuk iPad, lightning connector, mini USB dll. Bagaimana solusi ke depan, tidak bisakah satu charger mengakomodir semua tipe smartphone?
Wireless charging sepertinya tak lama lagi akan menjadi kemudahan yang bisa mengatasi hal ini, walau sekarang masih membutuhkan charging pad, atau 'tatakan' dimana smartphone diletakkan, kedepan pad ini bisa jadi tidak akan dibutuhkan lagi. Sama seperti wifi yang bisa kita tangkap dari jarak jauh, demikian juga nanti induksi listrik.
Satu kendala yang sebelumnya dihadapi wireless charging adalah proses pengisiannya cenderung lebih lama, dibanding menggunakan charger standar. Wireless charging bekerja dengan cara mengubah energi listrik menjadi induksi magnetik pada charging pad, kemudian ketika diletakkan smartphone yang mendukung wireless charging diatasnya, induksi magnetik ini diubah lagi menjadi listrik dan men-charge baterai smartphone.
Keterangan gambar: Induksi magnetik.
Yang membuat wireless charging lebih lama mengisi daya pada baterai, lebih disebabkan karena efisiensi yang kurang, dibandingkan menggunakan kabel. Tetapi sekarang wireless charging sudah berkembang jauh lebih baik, bahkan Samsung untuk seri Galaxy Note5 terbarunya memperkenalkan fast wireless charging.
Fast wireless charging ini dapat mengisi 3.000 mAh baterai Galaxy Note5 dari keadaan kosong hingga penuh dalam waktu 120 menit atau 2 jam saja. Walau masih kalah cepat dibanding menggunakan USB fast charging, tetapi tetap jauh lebih cepat dibanding menggunakan charger usb standar.
Tidak berhenti sampai di sana, fast charging juga sekarang diperkenalkan pada power bank. Sudah lazim kita menemukan banyak orang membawa device kemana-mana yang sedang ditumpuk dengan power bank. Kebanyakan power bank hanya memiliki port USB dengan kemampuan pengisian standar, 1A maupun 2A. Dengan power bank khusus yang sudah mendukung fast charging, kecepatan mengisi baterai smartphone juga bisa dilakukan secara portable.
(Gambar5 - fast charging power bank)
Perkembangan Wireless Charging
Wireless charging di kendaraan.
|
Beberapa produsen mobil sudah menyiapkan kompartemen khusus untuk men-charge device saat diletakkan disana secara wireless. Tentu saja ini sangat berguna bagi para pebisnis yang banyak bepergian, untuk senantiasa memiliki device dengan baterai yang cukup setiap turun dari mobil.
Waralaba seperti Starbucks dan McDonald’s, sudah mulai melengkapi kedai-kedai mereka dengan meja-meja berteknologi wireless charging. Selama kita bercengkerama sambil mengopi di sana, device kita yang diletakkan diatas meja akan terisi baterainya. Hal yang sama juga nanti ketika kita sedang makan di kedai McDonald's. Tentunya kemudahan ini akan saling menguntungkan, dari sisi konsumen dan pemilik waralaba. Kemungkinan trend ini akan disusul oleh banyak tempat-tempat umum lain, seperti charging pad di airport, bahkan mungkin dikendaraan umum, atau di dalam locker gym.
Keterangan gambar: Wireless charging Starbucks.
Teknologi wireless charging ini nantinya tidak akan hanya untuk smartphone atau portable device. Mobil listrik adalah salah satu yang akan menggunakannya. Ketika mobil bertenaga listrik diparkir di garasi, otomatis induksi elektromagnetik dari pad khusus yang dipasang di atas lantai garasi akan men-charge baterai mobil.
Kemampuan teknologi wireless charger akan terus berkembang. Nantinya dengan teknologi induksi resonansi yang semakin baik, tidak diperlukan lagi pad atau 'tatakan' khusus. Charger akan mengaliri induksi elektromagnetik seperti sinyal wifi bekerja, memiliki jangkauan area yang cukup luas. Mungkin dimulai dalam sebuah ruang kamar. Selama kita berada di ruang kamar, device kita akan diisi secara nirkabel.
Menyenangkan menggunakan laptop tanpa perlu berseliweran kabel. Smartphone, tablet, bahkan smartwatch yang tidak perlu lagi dicolok satu persatu ke chargernya masing-masing. Setiap pulang kerja dan meletakkan semua device kita kamar, proses charging otomatis berjalan.
Ke depan kita juga akan bisa dengan mudah memindahkan televisi, lampu baca, dan berbagai macam peralatan yang membutuhkan colokan listrik, tanpa perlu pusing harus meletakkannya dekat socket listrik.
*) Penulis, Lucky Sebastian merupakan sesepuh komunitas Gadtorade. Pria yang tinggal di Bandung ini sejatinya adalah seorang arsitek, tetapi antusiasme yang tinggi akan gadget justru semakin membawa Lucky untuk menjadi gadget enthusiast.