Membuka toko ponsel di pusat perbelanjaan kini bukan lagi perkara memajang produk dan menunggu pembeli datang. CEO Oppo Indonesia Jim Zhang secara terbuka mengungkapkan bahwa membangun toko HP di era mal modern dan konsumen muda justru semakin sulit, menuntut strategi yang jauh lebih kompleks dibanding beberapa tahun lalu.
Menurut Jim Zhang, perubahan perilaku konsumen menjadi tantangan terbesar bagi brand teknologi saat ini. Konsumen, terutama generasi muda, tidak lagi datang ke toko semata-mata untuk membeli perangkat, melainkan mencari pengalaman, kenyamanan, dan interaksi yang berbeda.
"Saya ingat tiga tahun lalu kami ingin membuka sebuah Oppo Store, tapi saat itu bahkan kami sendiri belum punya bayangan, toko ini seharusnya seperti apa," ujar Jim Zhang di sela-sela Oppo Flagship Store Gandaria, Jakarta.
Inspirasi dari Toko Buku di China
Ide perubahan konsep toko Oppo bermula dari pengalaman pribadi Jim Zhang saat berkunjung ke Shenzhen, China. Ia menceritakan bagaimana sebuah toko buku bernama Xi Xi Fu. memberinya perspektif baru tentang fungsi ruang ritel.
Toko tersebut bukan sekadar tempat membeli buku, melainkan ruang multifungsi yang menghadirkan kopi, area santai, hingga smoking area. Pengalaman itu membuat pengunjung betah berlama-lama, termasuk keluarga dengan anak-anak.
"Sebagai orang tua, saya bisa minum teh, ngopi, anak saya bisa baca buku, semua merasa nyaman. Itu menurut saya tempat yang sangat ideal," kata Jim.
Konsep inilah yang kemudian dibawa ke Indonesia dan diterapkan pada Oppo Store, dimulai dari AEON Jakarta Garden City, lalu Deli Park Medan, hingga kini dikembangkan lebih jauh di Jakarta.
Toko HP Tak Bisa Lagi Sekadar Jualan
Jim Zhang menilai banyak toko HP masih terjebak pada pendekatan lama: fokus pada penjualan dan promosi harga. Padahal, di tengah persaingan ketat dan kemudahan belanja online, pendekatan tersebut semakin tidak relevan.
"Toko HP sekarang tidak cukup hanya menjual produk. Kalau hanya jualan, konsumen bisa beli di mana saja," ujarnya.
Ia menekankan bahwa tantangan utama saat ini adalah menjadikan toko sebagai destinasi, bukan sekadar tempat transaksi. Karena itu, Oppo menghadirkan elemen yang jarang ditemui di toko ponsel tradisional, seperti kafe, area fotografi, activity corner, hingga teknologi seperti robot interaktif dan 3D printer.
Langkah tersebut terbukti efektif menarik pengunjung. Jim mengungkapkan, di beberapa lokasi Oppo Store, kafe internal Finders Cafe mampu menjual 80-100 cup kopi per hari, bahkan mencapai 7.000-8.000 cup per bulan di satu lokasi. Sementara penjualan ponsel bisa menembus lebih dari 300 unit per bulan.
Selain konsep, Jim Zhang juga menyoroti kesalahan umum industri dalam menempatkan lokasi toko dan service center. Ia secara terbuka mengkritik praktik menaruh pusat layanan di area yang sulit dijangkau atau kurang nyaman.
"Kita sering lihat service center ada di ujung mal, bahkan ada yang di dekat toilet. Siapa yang mau servis handphone di sebelah WC?" ujarnya blak-blakan.
Menurutnya, pengalaman konsumen tidak berhenti saat pembelian, tetapi justru berlanjut pada layanan purna jual. Karena itu, Oppo memilih menempatkan service area di lokasi strategis dan nyaman, setara dengan area penjualan.
Hasilnya, selama masa uji coba pembukaan toko, Oppo menerima banyak ulasan positif dari pengguna yang merasa terbantu dengan akses layanan yang lebih mudah.
Simak Video "Flagship Store Huawei di Shanghai Dilengkapi Coffee Shop dan Gym"
(afr/afr)