Dengan keluarnya Uber dari Asia Tenggara, berarti platform ride sharing tersebut sudah tiga kali tunduk di pasar global dengan akhir cerita yang sama, yaitu menjual unit bisnisnya ke pesaing.
Sebelum menjual operasional di Asia Tenggara kepada Grab, Uber juga melakukan hal yang sama dengan Didi Chuxing di China dan Yandex di Rusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Resmi! Grab Akuisisi Uber |
Melihat fenomena tersebut, CEO Uber Dara Khosrowshahi mengatakan, penjualan ini akan jadi yang terakhir. Ia menegaskan bahwa tidak akan ada lagi kejadian serupa selama ia masih mempimpin Uber.
"Sah-sah saja jika bertanya apakah konsolidasi menjadi strategi yang cocok saat ini, dengan menerapkannya tiga kali di China, Rusia, dan Asia Tenggara. Tapi jawaban saya tidak," ujarnya, seperti detikINET kutip dari Tech Crunch, Senin (26/3/2018).
Baca juga: Menengok Nasib Driver Uber Pasca Dibeli Grab |
Patut dicatat, dijualnya Uber di China dan Rusia terjadi pada saat perusahaan yang berkantor pusat di California itu masih dipimpin oleh Travis Kalanick.
Di samping melakukan kesepakatan semacam itu, Dara mengatakan bahwa ia berencana mengembangkan bisnis perusahaan dengan membangun produk, layanan, dan teknologi terbaik di dunia. Dengan begitu, ia berharap Uber akan terus tumbuh seiring berjalannya waktu.
Meski begitu, bukan berarti pintu kemungkinan Uber akan kembali dijual akan tertutup secara seutuhnya. Hadirnya SoftBank, perusahaan pendanaan asal Jepang, sebagai pemilik saham mayoritas Uber menjadi penyebabnya.
Baca juga: Grab dan Uber Bersatu Melawan Go-Jek |
SoftBank terus menggaungkan spekulasi mengenai kegiatan konsolidasi yang potensial bagi Uber. Hal tersebut dikarenakan selain di Eropa dan Amerika Serikat, mereka melihat bisnis dari platform tersebut jauh dari kata untung.
Perusahaan investasi yang berkantor pusat di Tokyo ini pun telah meminta Uber agar lebih fokus di daerah yang memiliki prospek lebih baik, terlebih dari sisi finansial. Selain itu, peran besar SoftBank di tubuh Uber pun tidak dapat dipungkiri sedikit banyak mampu mengendalikan arah perusahaan.
Baca juga: Kenapa Uber Menyerah Lawan Grab dan Go-Jek? |
Hal ini tampak setelah Ming Maa, Presiden Grab, mengakui bahwa SoftBank berperan besar dalam mendorong proses akuisisi Uber oleh perusahaan yang berbasis di Singapura tersebut. Ia juga menyebutkan bahwa Masayoshi Son, CEO SoftBank, juga memiliki andil dalam realisasi Grab untuk membeli Uber.
Meski begitu, Ming menegaskan bahwa secara keseluruhan, proses transaksi yang terjadi antara Grab dan Uber sangat independen dan berdasarkan pada keputusan kedua belah pihak. "Kesepakatan yang terjalin menyesuaikan pada kepentingan dari masing-masing perusahaan," kata Ming.
Baca juga: Dibeli Grab, Aplikasi Uber Dipastikan Tamat |
Menarik untuk ditunggu apakah Uber akan tetap fokus pada pernyataan Dara, atau SoftBank akan kembali memainkan perannya dalam menjual platform ride sharing tersebut ke pihak lain. Terlebih, perusahaan pendanaan ini juga berinvestasi besar di Ola, yang merupakan saingan Uber di India.
Dengan keinginan SoftBank mengurangi persaingan antara platform ride sharing yang sama-sama disokongnya, bukan tidak mungkin penjualan unit bisnis Uber jilid keempat akan terjadi di masa depan.
[Gambas:Video 20detik] (rns/rou)