"Persiapan JV sudah masuk tahap akhir. Komposisi kepemilikan 50:50. Kita buat JV untuk masuk ke bisnis e-tourism," ungkap Presiden Direktur Telkomsigma Judi Achmadi di Penang Bistro, Jakarta, Selasa (12/4/2016).
Judi menjelaskan, nantinya perusahaan baru tersebut akan menawarkan solusi Cloud online travel (CLOTA) yang merupakan intelligence tourism platform dengan fokus tahap awal membidik wisatawan asal Tiongkok.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Telkomsigma sendiri, menurut Judi, sudah berbicara dengan beberapa online travel agent (OTA) lokal dan theme park untuk membuka platform CLOTA milik Galasys ke portalnya. Solusi ini nantinya menjadi integrator bagi pelaku bisnis pariwisata atau hub agar dapat menjangkau para traveler di seluruh belahan dunia.
"Rencananya technical launch pada bulan depan, komersial di Juni atau Juli. Saat ini sudah ada tiga mitra dalam backlog yakni pemerintah DKI Jakarta, Taman Borobudur, dan pemerintah Sumatera Selatan. Harapannya hingga akhir tahun ada lima hingga 10 mitra masuk ke platform ini," katanya.
Sementara CEO Group of Galasys Sean Seah Kok Wah mengungkapkan, platform miliknya telah beroperasi di Jepang, China, dan kini di Indonesia.
![]() |
"Kami bermitra dengan 14 online travel agent di China yang menguasai 95% pasar OTA di sana. Di antaranya Alitrip, Ctrip, Tuniu, dan Lumama," katanya.
Judi mengatakan, wisatawan asal China merupakan salah satu yang paling diburu oleh negara-negara yang menjual pariwisata. Itu karena ada sekitar 80 juta traveler di 2015 dari negeri Tirai Bambu itu.
Tak hanya itu, dari sisi pengeluaran, turis asal negeri Tiongkok itu juga lumayan royal dan masa tinggalnya di satu negara biasanya lebih lama.
"Turis China itu menyumbang 10% total wisatawan dunia tahun lalu. Mereka itu 80% biasa bertransaksi produk wisata secara online. CLOTA ini membawa tahapan pemasaran ke eksekusi. Kita harapkan jumlah turis Tiongkok yang tahun lalu berjumlah 1,5 juta ke Indonesia tahun ini bisa menjadi 2 juta wisatawan," katanya.
![]() |
Menurutnya target jumlah wisatawan itu realistis karena Indonesia punya sejumlah modal berupa keramah tamahan penduduk, pesona alam, dan, lainnya.
"Kita jangan anggap remeh e-tourism. Kami sudah jalankan bantu jual tiket online untuk Borobudur. di peak season itu per hari bisa Rp 1 miliar nilai transaksinya," pungkasnya. Â
Dalam catatan, Indonesia pada 2019 menargetkan 10 juta wisatawan asal Tiongkok dimana saat itu ada potensi uang berputar per tahun sekitar USD 10 miliar. (rou/rou)














































