Dikutip detikINET dari Business Insider, itu karena Facebook dan algoritma news feed yang mereka terapkan ditujukan untuk menampilkan hal yang disukai pengguna saja. Serta tidak bisa membedakan antara fakta atau fiksi sehingga pengguna menelannya mentah-mentah.
"Demokrasi bekerja jika kita bisa berpikir di luar ketertarikan sempit kita. Kita perlu berhubungan dengan hidup orang lain. Tapi hal ini membuat kita ke arah yang berbeda, malah menciptakan impresi bahwa ketertarikan sempit kita saja yang eksis," sebut Eli Pariser, penulis buku "The Filter Bubble: What the Internet Is Hiding from You."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini mungkin yang terjadi pada Donald Trump, di mana kemungkinan para penggemarnya terus menerus menerima berita baik tentangnya di Facebook. Dan tidak diimbangi berita lain yang mengabarkan isu lain tentang dia.
"News feed Anda bahkan mungkin saja tidak menampilkan berita yang membantah kabar tidak benar itu. Juga menghalangi kabar lain yang mungkin bisa memunculkan pandangan yang berbeda dari Anda," sebut Business Insider.
Belakangan, makin banyak orang yang menjadikan Facebook sebagai sumber berita. Riset di Amerika serikat oleh Pew Study menyebutkan 63% orang dewasa AS menggunakan Facebook sebagai tempat mencari berita.
(fyk/fyk)