'Pak Menteri, Revisi Aturan Data Center Jangan Cuma Bela Asing'
Hide Ads

'Pak Menteri, Revisi Aturan Data Center Jangan Cuma Bela Asing'

Achmad Rouzni Noor II - detikInet
Selasa, 27 Sep 2016 12:01 WIB
Menkominfo Rudiantara. (Foto: Lamhot Aritonang)
Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara diminta jangan hanya mementingkan kepentingan asing dalam rencana perubahan aturan tentang data center. Pikirkan juga kepentingan nasional.

Hal itu disuarakan oleh Indonesia Data Center Provider Organizaton (IDPRO) terkait rencana menteri yang ingin merevisi Peraturan Pemerintah No.82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE)

"Semestinya di level menteri tidak hanya berpikir isu teknologi saja. Banyak dimensi dalam isu Data Center yang diatur dalam PP PSTE," ungkap Ketua Umum IDPRO Kalamullah Ramli kepada detikINET, Selasa (27/9/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, kewajiban penempatan data center di Indonesia bagi penyelenggara sistem elektronik untuk pelayanan publik mewakili isu kedaulatan data, ketahanan informasi (information resilience), keamanan data publik, penegakan hukum di era digital, dan tentunya kepentingan industri nasional.

"Pikirkan nation interest. Jangan hanya kepentingan asing. Ingat, industri nasional data center tumbuh baik dan pengusaha nasional juga berinvestasi. Investor asing yang diharapkan belum tentu datang, maka yang jelas-jelas sudah berinvestasilah yang lebih perlu dilindungi," lanjut Prof Mully, panggilan akrab Kalamullah.

Ia pun mengingatkan, saat ini ekosistem bisnis data center tengah tumbuh seperti peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Data Center dan benefit bagi ekosistem turunan Data Center lainnya secara nasional, termasuk eCommerce serta UKM-UKM Digital lainnya.

Berdasarkan laporan dari Oxford University, Rusia dan China telah menerapkan kebijakan penempatan data center. Brasil malah berencana menerapkan kebijakan yang mirip.

Menurut Mully, Jerman juga memiliki Privacy Laws yang sangat ketat dan rigid, yang menyebabkan Microsoft pada bulan November 2015 memutuskan menempatkan Data Center layanan cloud mereka di dalam Negara Jerman.

Uni Eropa pun bahkan telah mempersiapkan aturan yang mewajibkan penempatan Data Center di dalam wilayah Eropa. Kebijakan Jerman telah menyebabkan industri Data Center nasional mereka tumbuh dengan sangat cepat.

Di Indonesia, sejak ditetapkannya PP PSTE tersebut, data center nasional menurut data dari IDPRO, malah telah berinvestasi lebih dari USD 400 juta, dan telah siap melayani kebutuhan Data Center (pusat data) di berbagai level dan kebutuhan, mulai dari Tier 1 hingga Tier 4.

Sementara menurut data Frost and Sullivan, market value Data Center di Indonesia saat ini mencapai USD 58,1 juta dan diprediksi akan tumbuh menjadi USD 484 juta di tahun 2022 mendatang.

Di tengah membumbungnya semangat membangun ekosistem bisnis data center, Menkominfo malah mengeluarkan sinyal akan merevisi PP PSTE karena dianggap tak sesuai dengan tren industri, terutama masalah kewajiban bagi perusahaan asing untuk membangun data center di Indonesia.

"Saya sudah bicara dengan OJK. Kebijakan pemerintah itu sudah direview, tujuannya agar Indonesia bisa lebih kompetitif di lanskap internasional," ujar menteri yang akrab disapa Chief RA itu saat ditemui usai rapat dengan Komisi I DPR RI.

Menurutnya, dengan adanya teknologi cloud computing memungkinkan data center ditempatkan di mana saja, dan tak perlu secara fisik ada di Indonesia. Hal yang penting adalah user ID dan password ada di tangan Indonesia.

"Kita harapkan dengan review kebijakan ini, kita bisa membuat bisnis di Tanah Air lebih efisien, sebab Indonesia tetap harus berkompetisi dengan negara lain," katanya.

Indonesia sendiri adalah salah satu negara pengimpor bandwidth terbesar di Asia Tenggara. Pada 2015 trafik banwitdh internasional dari Indonesia sekitar 390 Gbps atau setara dengan Rp 3,2 triliun. Per Maret 2016, nilai impor bandwidth internasional sudah 1,5 Tbps atau sekitar Rp 16 triliun. Pada akhir 2016 ini diperkirakan bisa tembus 2 Tbps.

Banyak pihak menyarankan salah satu cara menekan impor bandwidth selain banyak mengonsumsi konten lokal, minimal melalui Data Center atau Content Delivery Network ada di Indonesia. (rou/ash)
Berita Terkait