Penelitian terbaru tentang aktivitas seismik di Bulan telah mengungkap bahaya yang sebelumnya diremehkan, gempa Bulan. Meskipun dampak meteorit telah lama dianggap mengubah bentuk medan Bulan, temuan baru menunjukkan bahwa peristiwa seismik di bawah permukaan Bulan juga bertanggung jawab atas perubahan lanskap yang signifikan.
Penemuan ini, yang dibagikan dalam studi 'Aktivitas paleoseismik di lembah Taurus-Littrow Bulan yang disimpulkan dari jatuhan bongkahan batu dan tanah longsor', membawa implikasi penting bagi program Artemis NASA dan eksplorasi Bulan di masa depan.
Perubahan Lanskap Bulan
Selama beberapa dekade, tumbukan meteorit dianggap sebagai kekuatan utama yang membentuk permukaan Bulan. Namun, penelitian baru menantang asumsi ini, mengungkapkan bahwa gempa Bulan mungkin telah memainkan peran penting dalam mengubah medan Bulan.
Baca juga: Bos NASA Pede 2035 Bangun Kampung di Bulan |
Secara khusus, sebuah studi terperinci tentang lembah Taurus-Littrow, tempat para astronaut Apollo 17 menjalankan misi bersejarah mereka, menyoroti aktivitas seismik yang telah membentuk kembali wilayah tersebut selama jutaan tahun. Meskipun tumbukan meteorit masih bertanggung jawab atas beberapa perubahan, gempa Bulanlah yang menyebabkan jatuhnya bongkahan batu dan tanah longsor, yang menunjukkan kekuatan peristiwa seismik Bulan.
"Kami tidak memiliki instrumen gerak yang kuat yang dapat mengukur aktivitas seismik di Bulan seperti yang kami miliki di Bumi, jadi kami harus mencari cara lain untuk mengevaluasi seberapa besar kemungkinan pergerakan tanah, seperti jatuhnya bongkahan batu dan tanah longsor yang dipicu oleh peristiwa seismik ini," kata peneliti Nicholas Schmerr, dikutip dari The Daily Galaxy.
Memahami Risiko Sesar Aktif di Bulan
Salah satu temuan paling mengkhawatirkan dari studi ini adalah ditemukannya patahan aktif, seperti patahan Lee-Lincoln, yang dapat menimbulkan risiko signifikan bagi pangkalan Bulan di masa mendatang. Studi ini menunjukkan bahwa patahan-patahan ini, yang telah aktif selama jutaan tahun, masih dapat menyebabkan gempa Bulan hingga saat ini. Hal ini khususnya mengkhawatirkan karena banyak dari patahan tersebut terletak di dekat lokasi pendaratan potensial dan area yang menarik untuk eksplorasi Bulan di masa mendatang.
"Distribusi global patahan dorong muda seperti patahan Lee-Lincoln, potensinya untuk tetap aktif, dan potensi pembentukan patahan dorong baru akibat kontraksi yang berkelanjutan harus dipertimbangkan saat merencanakan lokasi dan menilai stabilitas pos terdepan permanen di Bulan," ujar Thomas R. Watters, ilmuwan senior Smithsonian.
Akibatnya, risiko potensial yang ditimbulkan oleh patahan ini harus diperhitungkan saat memilih lokasi untuk infrastruktur jangka panjang di Bulan, termasuk habitat, stasiun penelitian, dan fasilitas penting lainnya.
Risiko Gempa Bulan
Meskipun kemungkinan terjadinya gempa Bulan yang dahsyat relatif rendah, hal itu tidak dapat diabaikan. Para penulis studi memperkirakan bahwa peluang terjadinya gempa Bulan yang merusak di dekat patahan aktif adalah sekitar satu banding 20 juta pada setiap harinya. Ini mungkin terdengar seperti risiko kecil, tetapi ketika mempertimbangkan misi Bulan jangka panjang, peluang ini terakumulasi seiring waktu.
"Risiko terjadinya bencana besar bukanlah nol, dan meskipun kecil, itu bukan sesuatu yang bisa diabaikan sepenuhnya saat merencanakan infrastruktur jangka panjang di permukaan Bulan," ujar Schmerr.
Untuk misi yang berlangsung beberapa tahun, risikonya menjadi lebih substansial. Misalnya, selama satu dekade, risiko gempa Bulan yang berbahaya dapat meningkat menjadi sekitar satu banding 5.500, probabilitas yang jauh lebih tinggi.
Perbandingan ini membantu menggambarkan pentingnya memperhitungkan risiko seismik Bulan dalam perencanaan misi, khususnya untuk misi yang diperkirakan berlangsung bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun.
Gempa Bulan Pengaruh Eksplorasi Bulan
Implikasi dari temuan ini jauh melampaui ranah akademis. Seiring program Artemis NASA terus maju dengan rencana untuk membangun keberadaan manusia yang berkelanjutan di Bulan, memahami potensi bahaya yang ditimbulkan oleh gempa Bulan sangat penting untuk keselamatan misi.
Misi jangka pendek, seperti pendaratan Apollo, menghadapi risiko gempa Bulan yang relatif kecil. Namun, misi jangka panjang, terutama yang melibatkan habitat permanen di Bulan, dapat terdampak secara signifikan.
"Jika astronaut berada di sana selama sehari, mereka akan sangat sial jika terjadi peristiwa yang merusak," jelas Schmerr.
"Tetapi jika Anda memiliki habitat atau misi berawak di Bulan selama satu dekade penuh, itu berarti 3.650 hari dikalikan 1 banding 20 juta, atau risiko gempa Bulan yang berbahaya menjadi sekitar 1 banding 5.500. Ini mirip dengan beralih dari peluang menang lotre yang sangat rendah ke peluang yang jauh lebih tinggi," tambahnya.
Profil risiko yang berubah ini menggarisbawahi perlunya perencanaan yang cermat untuk memastikan integritas struktural pos terdepan di pangkalan Bulan dalam jangka panjang. Mengingat bahaya seismik yang diidentifikasi dalam studi ini, para ahli seperti Schmerr dan Watters menekankan pentingnya pemilihan lokasi strategis untuk eksplorasi Bulan di masa mendatang.
Untuk mengurangi risiko kerusakan akibat gempa Bulan, tim peneliti merekomendasikan untuk menghindari pembangunan pangkalan Bulan permanen di dekat patahan aktif, seperti patahan Lee-Lincoln.
"Kami ingin memastikan eksplorasi Bulan dilakukan dengan aman dan investasi dilakukan dengan cara yang dipikirkan dengan matang. Kesimpulan yang kami dapatkan adalah: jangan membangun tepat di atas tebing curam, atau patahan yang baru aktif. Semakin jauh dari tebing curam, semakin kecil bahayanya," tutup Schmerr.
Simak Video "Video Gerhana Bulan Total di Jakarta"
(rns/rns)