9 Eksperimen Medis Paling Horor, Bikin Merinding

Memisahkan anak kembar: Di 1960an dan 1970an, psikolog klinis yang dipimpin Peter Neubauer menggelar eksperimen rahasia memisahkan anak kembar dan mengadopsi mereka sebagai anak tunggal. Eksperimen itu, sebagian didanai Institut Kesehatan Mental Nasional, terungkap ketika tiga saudara kembar tak sengaja bertemu tahun 1980. ''Kami dirampok selama 20 tahun," kata Kellman yang sangat marah. Saudaranya, Edward Galland bunuh diri tahun 1995 di rumahnya. Neubauer tak menunjukkan penyesalan, bahkan mereka pikir melakukan hal baik dalam memisahkan mereka agar dapat mengembangkan kepribadian masing-masing.Foto: Live Science

Eksperimen Nazi: Mungkin ekspemen terjahat paling terkenal adalah yang dilakukan Josef Mengele, dokter Nazi di Auschwitz. Mengele menyisir kereta untuk mencari anak kembar untuk eksperimen, demi membuktikan teori supremasi ras Arya. Banyak yang meninggal dalam prosesnya. Dia juga mengumpulkan mata pasien yang meninggal. Nazi menggunakan tahanan untuk menguji pengobatan penyakit menular dan perang kimia. Yang lain dipaksa masuk ke suhu beku dan ruang bertekanan rendah untuk eksperimen penerbangan. Tahanan tak terhitung jumlahnya jadi sasaran prosedur sterilisasi eksperimental. Beberapa dokter diadili, namun Mengele melarikan diri ke Amerika Selatan. Dia meninggal di Brasil tahun 1979 karena jantung, tahun-tahun terakhirnya dihabiskan kesepian dan depresi. Foto: Getty Images/Sean Gallup

Unit 731: Sepanjang 1930-an dan 1940-an, militer Jepang melakukan pengujian medis dan senjata terhadap warga sipil, sebagian besar di China. Dipimpin Jenderal Shiro Ishii, dokter utama di Unit 731 itu, jumlah korban tewas akibat eksperimen brutal ini tidak diketahui, tapi sebanyak 200.000 orang mungkin meninggal. Banyak penyakit dipelajari untuk menentukan potensi penggunaannya dalam peperangan. Di antaranya antraks, disentri, tipus, paratifoid, dan kolera. Banyak kekejaman dilakukan termasuk menginfeksi sumur dengan kolera dan tifus serta menyebar kutu yang terserang wabah ke seluruh kota di China. Foto: Live Science

Monster Study: Di 1939, ahli di Universitas Iowa berusaha membuktikan teori kegagapan adalah perilaku yang dipelajari, terkait kecemasan anak dalam bicara. Mereka coba menyebabkan anak yatim piatu gagap dengan memberi tahu mereka ditakdirkan gagap di masa depan. Peneliti memberi tahu mereka menunjukkan tanda gagap dan tak boleh bicara kecuali yakin bicara dengan benar. Eksperimen ini tidak menyebabkan kegagapan, namun membuat anak-anak yang tadinya normal jadi cemas, menarik diri, dan diam. Mahasiswa patologi masa depan Iowa menjuluki penelitian ini Studi Monster. Anak yang masih hidup menggugat Iowa dan universitas. Tahun 2007, Iowa membayar total $925.000. Foto: CVLT

Mayat penghuni kos: Hingga 1830-an, satu-satunya tubuh yang legal dibedah adalah pembunuh yang dieksekusi. Karena jarang, banyak ahli anatomi membeli mayat dari perampok kuburan atau melakukan sendiri. Para siswa dan ahli anatomi ke kuburan untuk mendapat mayat sebisa mungkin. Nah, pemilik kos di Edinburgh, William Hare dan temannya William Burke, menemukan cara mengantarkan mayat segar ke meja anatomi tanpa mencuri mayat. Dari 1827 hingga 1828, kedua pria itu mencekik lebih dari selusin penghuni rumah kos dan menjual tubuh kepada ahli anatomi Robert Knox. Knox tampaknya tak peduli mayat yang dibawa oleh pemasok terbarunya masih segar. Burke digantung karena kejahatannya. Foto: Thinkstock

Eksperimen budak: Bapak ginekologi modern, J. Marion Sims, melakukan operasi eksperimental pada wanita budak. Sims menjadi sosok kontroversial karena penanganannya pada wanita yang mengalami fistula vesico-vagina, menyebabkan penderitaan mengerikan. Sims melakukan operasi tanpa anestesi karena ia yakin operasi itu tidak cukup menyakitkan. Perdebatan berkecamuk mengenai apakah pasien Sims akan menyetujui operasi seandainya mereka sepenuhnya bebas untuk memilih. Sims memanipulasi institusi sosial perbudakan untuk melakukan eksperimen manusia, yang menurut standar apapun tidak dapat diterima. Foto: Wikipedia

Studi sifilis: Antara 1946 dan 1948, pemerintah AS dan Guatemala mensponsori penelitian infeksi sifilis yang disengaja pada 1.500 pria Guatemala, wanita dan anak. Penelitian ini dimaksudkan menguji bahan kimia untuk mencegah penyebaran penyakit itu. Percobaan tidak dilakukan dalam pengaturan klinis steril di mana bakteri yang menyebabkan PMS diberikan dalam bentuk vaksinasi tusukan pin atau pil yang diminum. Para peneliti secara sistematis dan berulangkali melanggar hak individu yang sangat rentan. Pada 1 Oktober 2010, Menteri Luar Negeri Hilary Clinton dan Menteri Kesehatan Kathleen Sebelius mengeluarkan pernyataan bersama yang meminta maaf atas eksperimen tersebut. Foto: Wikimedia

Eksperimen penjara: Tahun 1971, Philip Zimbardo, profesor psikologi Stanford, menguji sifat alami manusia untuk menjawab pertanyaan seperti "Apa yang terjadi jika orang baik ditempatkan di situasi jahat?" Dia mendirikan penjara dan membayar mahasiswa berperan sebagai penjaga dan tahanan. Eksperimen ditutup karena menjadi kacau. "Hanya dalam beberapa hari, penjaga jadi sadis dan tahanan jadi depresi, menunjukkan tanda stres ekstrim," kata Zimbardo. Penjaga memperlakukan tahanan sangat buruk, menelanjangi dan menyemprot dengan bahan kimia. Ternyata penjaga tak menjadi agresif sendiri. Zimbardo mendorong perilaku kasar dan beberapa napi memalsukan gangguan emosi. Misalnya, Douglas Korpi, sukarelawan tahanan mengatakan memalsukan gangguan mental agar dikeluarkan lebih awal. Foto: Getty Images/iStockphoto/bortn76

Eksperimen ke orang kulit hitam: Penyimpangan etika kedokteran paling terkenal di Amerika Serikat berlangsung selama 40 tahun. Tahun 1932, Layanan Kesehatan Masyarakat AS meluncurkan penelitian tentang dampak kesehatan dari sifilis yang tak diobati pada pria kulit hitam. Para peneliti melacak perkembangan penyakit ini pada 399 pria kulit hitam di Alabama dan juga mempelajari 201 pria sehat, dan memberi tahu mereka dirawat karena "darah buruk". Faktanya, para pria tersebut tak pernah mendapatkan pengobatan memadai. Baru setelah artikel surat kabar tahun 1972 mengungkap riset itu ke publik, para pejabat menutupnya. Foto: Getty Images/iStockphoto/Hailshadow