La Sape Hidup Susah yang Penting Gaya Tuai Kritik Hingga Pujian

Kongo, yang merupakan salah satu negara termiskin di dunia, memiliki komunitas unik di mana orang-orangnya berpakaian perlente ala crazy rich di tengah kampung yang kumuh sehingga mereka viral. Foto: Instagram @jbpellerin

Mereka adalah para penganut "La Sape" yang dikenal karena kecintaan mereka mengenakan pakaian bermerek mahal, meski mereka hidup melarat. Foto: Instagram @congopositif

La Sape adalah singkatan dari bahasa Prancis Société des ambianceurs et des personnes elegantes atau Society of Atmosphere-setters and Elegant People. Foto: Instagram @instituteartist

Sape sendiri mengisyaratkan kata slang Prancis yang berarti berdandan. Budaya ini berpusat di kota Kinshasa dan Brazzaville, Kongo. Penganutnya dijuluki sapeur untuk lelaki dan sapeuse untuk perempuan. Foto: Instagram @viewsofcongo

Asal-usul La Sape diyakini bermula di awal abad ke-20 di masa penjajahan Belgia-Prancis di mana budak Kongo bekerja untuk mendapatkan pakaian bekas. Foto: Instagram @artxlagos

Di luar jam kerja, para pria Kongo mulai berpakaian seperti pria Prancis yang fashionable, ditandai dengan pakaian warna-warni, sepatu mewah, aksesoris seperti topi bowler, tongkat, dan kacamata hitam. Mengenakan pakaian seperti itu, mereka merasa keren dan mendapatkan energi serta kegembiraan. Foto: Instagram @peranderspettersson

La Sape adalah bentuk eskpresi sosial dari orang-orang yang pernah dijajah. Sapeurs menggunakan gerakan ini sebagai pelarian dari kesengsaraan mereka, yang kemudian menjadi inspirasi bagi komunitas lain. Foto: Instagram @brwnhousemedia

Sebagian netizen mengecam gaya sapeur dan menganggap mereka berpikiran dangkal. Orang-orang yang mengkritik, tak habis pikir mengapa seseorang rela kelaparan dan melarat dengan lebih memilih membeli pakaian buatan desainer ternama ketimbang makan. Foto: Instagram @brwnhousemedia

"Menghabiskan uang untuk pakaian estetik ketimbang makan sehari-hari adalah kelakuan yang sembrono," kata salah satu netizen. Foto: Instagram @tastebydijabae

"Sungguh bodoh rela kelapara demi tampil fashionable," kata yang lain. Foto: Instagram @tastebydijabae

Pendapat dari mereka yang mengkritik mungkin ada benarnya. Namun La Sape juga menjadi ideologi gerakan tentang menjadi bahagia dan elegan bahkan jika seseorang sebenarnya kekurangan makan. Foto: Instagram @tastebydijabae

"Gaya mereka sangat keren dan elegan. Warna-warninya tak hanya menghibur mereka sendiri, tetapi kita yang melihatnya ikut bahagia," komentar seorang netizen. Foto: Instagram @tastebydijabae

"La Sape lebih dari sebuah subkultur. Ini adalah bagian penting dari budaya Kongo. Bahkan, para politisi dan musisi menghormati gerakan ini," komentar yang lain. Foto: Instagram @tastebydijabae

Sejumlah pemerhati menilai, La Sape bertujuan lebih dari sekadar untuk membantu orang melupakan masalah mereka. Budaya ini telah menjadi bentuk halus aktivisme sosial, sebuah cara untuk membalikkan meja kekuasaan dan memberontak melawan kondisi ekonomi mereka. Foto: Instagram @tastebydijabae

Sebagian lainnya meyakini gaya hidup ini dapat membawa secercah harapan. Bagi para sapeur, seni mereka bukan sekadar ekspresi, melainkan juga gaya hidup, perilaku, dan filosofi yang mereka jalani. Foto: Instagram @ate_fashiontg