Esports menjadi sebuah industri baru yang berkembang sangat pesat. Hal itu mesti didukung ekosistem dan bimbingan seperti kolaborasi Garudaku dengan NASEF.
Network of Academic and Scholastic Esport Federations atau NASEF bekerja sama dengan Garudaku membangun ekosistem esports di Indonesia. Selain itu, para pemain dibimbing untuk tumbuh dan menjadi pemain yang tidak hanya jago bermain tapi juga mempunyai profesionalitas layaknya seorang atlet.
Konsulat Jenderal AS di Surabaya juga bekerja sama dengan sembilan universitas dengan memiliki klub esports di American Corner. 9 Kampus itu adalah Universitas Andalas, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Institut Teknologi Bandung, UIN Walisongo Semarang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Tanjungpura, dan yang terakhir Universitas Pattimura.
"Jadi dalam American Corner, kami ada kelas club esports. Jadi dalam kelas esports, ada training dan kelas sertifikasi," jelas Joshua Shen selaku Public Affairs Officer, Konjen AS di Surabaya pada acara Scholastic & Academic Esport Bootcamp, di Jakarta, Selasa (21/5/24).
Robertus Aditya selaku Head of National Esports Academy Garudaku juga turut menjelaskan program yang ada di American Corner. Program-program tersebut seperti pembinaan minat dan bakat melalui program ekstrakurikuler.
"Tujuannya supaya pengembangan anak muda di Indonesia yang dimotori oleh American Corner yang ada 9 ini di Indonesia bisa menjadi sarana membuat orang mencari informasi ke American Corner juga makin hype," ujar Robertus.
Selain itu, Robertus menerangkan tentang kendala-kendala yang dihadapi oleh esports di Indonesia yaitu opsi game yang tidak banyak. Perubahan minat masyarakat akan suatu game yang tadinya ramai disukai menjadi sedikit peminatnya juga menjadi salah satu kendala.
"Karena yang kita ketahui, game-game yang top menjadi favorit di Indonesia, hanya beberapa yang survive sampai sekarang. Terus kompetisi-kompetisi yang tadinya menjadi pesaingnya pun beberapa mulai bergeser," lanjutnya.
Selanjutnya, dengan fokus pada pengembangan industri esports ini juga diharapkan akan dapat mendorong ekonomi kreatif. Dengan berkembangnya ekonomi kreatif, maka akan banyak peluang serta lapangan pekerjaan baru pada industri ini.
"Jadi kami ingin berbagi standar dari Amerika, bagaimana caranya menemukan pekerjaan dan karir, apapun itu, caster, produksi, coaching, nutrisi, makanan, turnamen, fundraising. Semua pekerjaan ini penting, supaya semua orang, lelaki dan wanita, anak laki-laki dan anak perempuan, berbagai masyarakat, setiap agama dan ras, mereka semua dapat menemukan peluang pekerjaan," jelas Joshua.
Rencananya dengan kerja sama ini nanti juga akan dapat melakukan pertukaran pemain dengan tim-tim esports di Amerika. Namun, hal tersebut harus menunggu, dikarenakan perbedaan jenis game yang dimainkan antar negara.
Para tim-tim esports di Amerika cenderung memainkan game berbasis PC atau komputer sedangkan tim-tim esports di Indonesia kebanyakan berbasis mobile. Game-game di Indonesia yang menjadi esports pun seperti Free Fire, Mobile Legend Bang Bang, PUBG Mobile, dan game HP lainnya.
"Game-game di dunia Barat sana rata-rata PC-based dan gamenya game Amerika. Sedangkan game yang banyak dilakukan di Southeast Asia seperti Indonesia ini rata-rata game yang sifatnya game mobile dan China atau Jepang. Nah, ini yang menyulitkan," terang Robertus.
Akan tetapi hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan adanya kolaborasi antara tim-tim dari Amerika dengan tim esports Indonesia. Hal tersebut dikarenakan melihat tim-tim dari Amerika Latin yang juga sudah mulai mencoba game-game mobile.
*Artikel ini ditulis oleh Mohammad Frizki Pratama, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
Simak Video "Video: Apresiasi PBESI Atas Prestasi Esports Free Fire Indonesia di Kancah Dunia"
(fay/fyk)