Industri e-commerce di Indonesia diproyeksi untuk menjadi yang terbesar di seluruh Asia Tenggara, dengan prediksi pencapaian sebesar Rp 1.732 triliun pada 2020.
Oleh karenanya, untuk mencapai raihan tersebut, industri e-commerce di Indonesia dituntut melakukan inovasi dan komitmen, demi memikat lebih banyak konsumen untuk memanfaatkan jalur online.
Prelo berusaha menyediakan lingkungan belanja online yang aman, tempat konsumen bisa membeli barang bekas yang autentik dengan tenang.
![]() |
Pembajakan dan pemalsuan bukan lagi hal yang asing di Indonesia. Menurut laporan dari Special 301 Report oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (US Trade Representative's Office), Indonesia merupakan 1 dari 11 negara di dunia yang sering melanggar hak aset intelektual.
Selain melanggar hukum, fenomena pembajakan yang merajalela bersifat sangat destruktif untuk ekosistem e-commerce. Sehingga banyak pembeli yang menjadi skeptis dan selalu membutuhkan verifikasi ekstra untuk memeriksa apakah barang yang dibeli asli. Di sisi lain, penjual yang menawarkan barang orisinil juga dirugikan.
"Banyak sekali aduan dari pembeli dan penjual tentang barang palsu yang dijual. Ini menyadarkan kami bahwa betapa mudahnya barang palsu diperjualbelikan di Indonesia. Akhirnya, ini menjadi salah satu alasan yang mendorong kami membangun Prelo," jelas CEO dan founder Prelo, Fransiska Hadiwidjana, melalui keterangan resminya.
Prelo melawan pembajakan dengan mengkurasi semua barang yang dijual melalui platform. Tim internal dan algoritma khusus dari e-commerce ini mampu mengidentifikasi produk yang mencurigakan dengan membandingkannya dengan produk lain dalam domain publik berdasarkan deskripsi, merk, model, dan berbagai atribut lainnya.
Prelo juga aktif dalam berbagai komunitas produk, agar setiap anggota semakin jeli menyaring produk yang asli dari barang palsu.
(rns/rns)